Karena mereka jauh lebih tau apa makna sabar

Seminggu atau hampir dua minggu ini saya tiba tiba teringat kepada salah seorang teman sekelas saya, yang harus menjalani hukuman nya selama 10 (sepuluh) tahun, hukuman yang harus dijalani karena kadang kadang pengadilan harus menegakkan hukuman dan bukan menegakkan keadilan.  Awalnya sih karena saya sedang duduk di sebelau ibu saya yang tiba tiba merubah saluran acara tv dari berita ke infotaiment.

Di infotaiment tersebut ada seorang artis Indonesia yang berbicara tentang pengalamannya menjalani masa tahanan selama tiga bulan akibat perkelahian nya dengan artis lain. Artis ini menceritakan bagaimana tidak enaknya terpisah dari dunia luar, bagaimana dia menyesuaikan diri dengan tahanan lain. Kemudian setelah itu berita beralih ke artis lain yang sedang merasakan sedih karena terpisah dari anak anak nya karena perceraian nya dengan suaminya.

Kemudian mulailah saya teringat dengan teman saya (yang sampai saat saya menulis ini belum juga sempat saya kunjungi 😦  )  Yang saya pikirkan bagaimana rasanya ketika beliau keluar 10 tahun lagi (seandainya tidak ada remisi yang diberikan kepadanya) ? Saya mulai membayangkan bagaimana seandainya saya diposisi teman saya atau istrinya. Bagaimana harus menyesuaikan diri dengan kehidupan keluarga kembali? Bagaimana keluargan menyesuaikan diri kepada mereka? Bagaimana menyesuaikan dengan dunia luar?

Yang mungkin akan terasa adalah perkembangan anak, walaupun mungkin setiap minggu bisa bertemu dengan anak  tapi tetap saja pasti banyak perkembangan anak yang tidak bisa langsung diikuti, apalagi dengan usia anak yang kalau saya tidak salah masih berusia 3 atau 4 tahun, maka ketika keluar sang anak sudah menjadi remaja. Banyak moment penting anak yang tidak bisa langsung disaksikan dirayakan misalnya kali pertama sang anak sekolah,masuk SD, lulus SD kemudian masuk SMP …..

Kemudian bagaimana rasanya juga setiap kali menerima kunjungan istri tercinta (yang saya yakin sekali adalah perempuan amat teramat sangat kuat dan tegar) . Satu sisi tentu bahagiaan, tapi sisi lain?  Apalagi teman saya dalam kehidupan normalnya adalah suami yang sangat bertanggung jawab dan sangat menyayangi istrinya – tentulah menjadi beban tersendiri di hati beliau harus dihadapkan pada kenyataan, kalau sang istri harus bertambah bebannya berkali kali lipat. Dan yang menyakitkan karena beliau tidak bisa melakukan apapun, tidak berdaya sebagai kepala rumah tangga, sebagai suami, sebagai ayah.

Belum lagi, perasaan minder karena ditinggal oleh teman teman, minder dengan status “terpidana”. Dan juga perasaan tidak punya harga diri karena hukuman  tersebut (FYI: beliau diputuskan tujuh tahun oleh pengadilan tipikor dan kemudian ketika banding, hukuma nya naik menjadi sepuluh tahun).  Ah … sungguh membayangkan seperti itu saja membuat saya panik. Saya  tidak tau apakah saya akan sekuat mereka, apakah saya tidak akan menjadi gila kemudian.

Mungkin kalaulah memang benar  bersalah, akan lebih mudah bagi teman saya dan keluarganya untuk menerima dan menjalani hukuman yang dijatuhkan pengadilan.  Dan bagi keluarganya, mungkin akan lebih mudah menerima dengan lapang hati kenyataan ini.

Tapi teman saya adalah satu dari beratus atau beribu (???) orang orang yang diharuskan menjalankan hukuman yang luar biasa lamanya karena diputuskan oleh “pengadilan” dan bukan diputuskan oleh “keadilan”.

Dari salah satu akun Facebook tentang aksi solidaritas yang dilakukan untuk membela orang orang yang menghadapi masalah seperti teman saya,  saya membaca kata kata ini :

“Orang yg menyakiti sesungguhnya sedang menderita. Marah kepada yang menyakiti hanya akan memperpanjang penderitaannya. Bila mereka yang menyakiti dianggap “orang menderita”, bukan “orang jahat”, maka energi yang muncul bukannya marah. Melainkan kesediaan untuk menyayangi. Itulah yang dilakukan, mereka tetap tersenyum bahkan ketika disakiti. Kami bahkan tak pernah lagi berani berpesan “sabar..” kepada mereka. Karena mereka jauh lebih tahu apa makna sabar.”

Kata kata itu benar benar melukiskan perasaan saya saat ini – terutama ketika saya mengingat bagaimana istri teman saya tersenyum tegar ketika vonis diputuskan, begitu juga dengan teman saya yang saya temui setelah keputusan. Saya memang tidak bisa berpesan “sabar” kepada mereka berdua. Karena memang mereka berdua jauh lebih tahu apa makna sabar dibanding saya dan masalah kecil saya – yang tidak sebanding dengan dampak dari ketidak adilan yang harus menimpa mereka sekarang sampai dengan maksimal sepuluh tahun nanti.

Dan besok, adalah tanggal 1 Ramadhan, dimana pada bulan ini selama satu bulan penuh,  umat Islam diwajibkan untuk menjalankan puasa, menahan hawa nafsu, berlatih untuk sabar, ikhlas dan mendekatkan diri pada Allah, apakah akan mendapat anugrah untuk sedikitnya mengetahui makna sabar, apakah bisa mendapatkan anugrah untuk tetap tersenyum ketika disakiti orang lain, apakah bisa mendapatkan anugrah agar bisa tetap ikhlas menjalani hidup ketika berjuta masalah menimpa, apakah bisa menjaga diri untuk tidak menyakiti orang lain, dan apakah ketika hari kemenangan, akan bisa benar benar keluar sebagai pemenang? Entahlah …. hanya waktu yang bisa menjawab. (Ah, saya memang  harus banyak belajar dari teman saya dan istrinya)

 

Salam

PS : Karena bulan Ramadhan sering disebut bulan paling mulia dibanding 1000 bulan,  mohon doa bagi teman saya dan keluarganya agar diberikan banyak kesabaran, kesehatan, kekuatan dan kelapangan hati, dan beban hidup yang mereka pikul sekarang, bisa sedikit diringankan. Aamiin

About kharinadhewayani

I am just an ordinary woman who wants to share her mind and her dreams to the world.
This entry was posted in Uncategorized and tagged , , , , , , , , . Bookmark the permalink.

4 Responses to Karena mereka jauh lebih tau apa makna sabar

  1. innamaal yusri yusra, sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.. yaah mbak, sebenernya semakin kuat cobaan yang diberikan itu, semakin sayang Tuhan kepada kita, makanya mungkin istri teman mbak bisa tegar dan sabar.. 🙂

  2. thegreatsigit says:

    saya tau mbak siapa yang dimaksud, saya nggak bisa komentar apa-apa tapi yakin kalo hukum di dunia itu tidak adil, maka hukum di akhirat nanti yang menentukan.

Leave a comment