Galau – merupakan kata yang sedang populer, yang menggambarkan tentang suasana hati seseorang yang tidak menentu, karena adanya pergolakkan batin karena satu atau lebih masalah. Dulu sih saya selalu merasa kalau ‘galau’ itu sering terjadi pada anak – anak ABG, karena 2 atau 3 tahun lalu, pastilah banyak orang yang menertawakan kalau ‘galau’ itu terjadi pada orang – orang yang dianggap sudah cukup dewasa. Kalau sekarang sih, ya dari mulai anak – anak sampai kakek – nenek dengan bangganya bisa terkena virus ‘galau’ ini. Menjadi galau memang seperti mode yang sedang trendi saat ini.
Dan sampai kemudian virus galau ini juga melanda ke pejabat – pejabat sampai pemimpin tertinggi republik ini. Sebenarnya sih karena pejabat – pejabat termasuk presiden juga manusia, ya sah – sah aja dong dilanda kegalauan. Tapi menjadi menjengkelkan karena kemudian kegalauan mereka – mereka pemimpin negara ini, terbawa kepada keputusan – keputusan yang justru menggalaukan masyarakat yang mereka pimpin.
Yang terakhir bisa terlihat dari keputusan tentang bbm, mulai dari pelarangan penggunaan bbm bersubsidi oleh kendaraan dinas pemerintah – uhm …. halllllooooo bukannya bbm ini dibeli dari uang negara???? Dimana penghematannya?
Kemudian perbedaan harga yang jauh antara bbm yang bersubsidi dan non bersubsidi. Dan memaksakan kendaraan yang diatas berapa cc, tidak mempergunakan bbm non bersubsidi. Seriously, ini bukan soal malu atau tidak malu, tapi kalau harga nya berbeda jauh, siapa yang mau membeli yang mahal? Dan justru ini membuka peluang usaha yang besar bagi supir – supir angkot atau siapalah yang bisa membeli bbm non subsidi, untuk menjual eceran bbm yang non bersubsidi yang mereka beli kepada orang lain. Berarti? Kebijakkan ini tidak efektif. Jangan – jangan nanti supir – supir angkot tidak mau lagi menarik angkot karena keuntungan dari bbm jauh lebih besar dari sekedar menarik angkot. Hadoh … bisa susah dong saya, sebagai penumpang setia angkot 😀 Lebih baik subsidi bbm ini ditarik seluruh nya atau tidak sama sekali.
Kemudian kegalauan ini bisa juga terlihat dari bagaimana pemimpin – pemimpin galau yang tampil di salah satu acara di stasiun tv yang berisi ahli ahli hukum Indonesia. Mereka – mereka, pemimpin negara yang seharusnya menunjukkan kewibawaan mereka sebagai pemimpin negara, malah di sana menunjukkan bagaimana mereka sebagai negarawan justru menjatuhkan harkat dan martabat mereka dengan pernyataan – pernyataan yang seharusnya tidak mereka nyatakan di public forum seperti itu.
Kegalauan yang lain juga tercermin, dari pembayaran korban lapindo dari APBN, yang nota bene sampai sekarang belum dapat pengakuan resmi dari ahli – ahli, bahwa lapindo adalah bencana alam. Jadi alasan kuat apa yang menyebabkan lapindo itu menjadi tanggungan negara? Yang paling parah tidak ada satupun kemudian dari wakil rakyat yang tidak menyetujui penggunaan APBN untuk pertanggungjawaban negeara terhadap kesalahan yang dilakukan oleh bisnis yang dijalankan seseorang.
Fenomena kegalauan ini semakin tercermin dari kepribadian pemimpin tertinggi negara yang sering kali berkeluh kesah kepada masyarakatnya, mulai dari gajinya yang tidak naik – naik, dari sms yang diterimanya yang enggak jelas dan lain – lain. Padahal please ya pak soal gaji yang tidak naik dan sms – sms yang isinya tidak jelas itu juga terjadi pada kita – kita juga yang sayangnya sih tidak bisa curcol ke seluruh penjuru republik ini seperti bapak 😀 Mungkin kalau si bapak tidak dalam keadaan galau, beliau pasti deh malu curcol sama rakyatnya untuk hal – hal sepele seperti itu.
Dampak kegalauan ini juga terlihat dari ketidak mampuan para pemimpin ini untuk berpikir strategis, sehingga masalah kekerasan yang sudah terlihat jelas, tapi justru organisasi sumber kekerasan itu sama sekali tidak dibubarkan malah terkesan di biarkan saja. Padahal korban dari kekerasan ini juga sudah tidak terhitung besarnya. Dimana perlindungan negara terhadap rakyatnya?
Nah, kalau pemimpin pemimpin saja mengalami galau tingkat tinggi, ya jangan salahkan kalau kemudian rakyatnya juga mengalami galau tingkat super tinggi. Dan juga jangan salahkan saya kalau kemudian saya menyebutkan kalau republik ini adalah republik galau. Wong mulai dari pemimpin tertinggi sampai rakyatnya beserta instrumen – instrumen kenegaraan yang didalamnya galau semua 😀
Dan kemudian hati saya yang memang tidak selalu mau bekerja sama dengan pikiran saya, mulai mencari – cari pembenaran atas kegalauan yang saya rasakan belakangan ini, wong namanya hidup di republik galau, jadi menurut hati saya ya wajar dong saya galau juga. LOL
Salam