Kemaren saya terkejut, ketika salah seorang senior saya, menulis email ke saya, yang isinya saya sebaiknya mencari tempat lain apabila saya ingin berbicara tentang kesetaraan gender. Kalau lah email itu bukanlah dari senior saya, yang saya anggap sudah tinggal lama di luar negeri dan dari segi latar belakang pendidikan yang cukup tinggi, mungkin saya tidak begitu terkejut. Selain itu yang semakin membuat saya terkejut juga, karena sebelumnya memang saya tidak berbicara soal kesetaraan gender yang saya bicarakan tentang empowering women – penguatan perempuan.
Sebagai seorang perempuan, tentulah saya perduli dengan yang namanya empowering women, saya perduli dengan masalah – masalah kesetaraan gender. Tapi saya tetaplah perempuan Indonesia, yang percaya bahwa kesetaraan gender bukanlah berarti bahwa perempuan harus berada di atas laki – laki, atau sebaliknya, tapi kesetaran gender adalah kesamaan hak dan kewajiban antara perempuan dan pria tanpa membuat salah satunya menjadi kehilangan kebebasannya sebagai individu.
Saya tidak akan mengatakan seorang istri yang menyediakan kopi untuk suaminya – berarti adanya ketidaksetaraan gender disitu – karena selama si istri merasa bahagia dan tidak terb ebani dengan kegiatan itu, menurut saya ya sah – sah saja. Begitu juga dengan penggunaan nama suami, apabila menurut si istri hal itu membuat hati nya bahagia dan bukan karena paksaan suaminya, mengapa tidak?
Sama seperti seorang suami yang menjadi bapak rumah tangga. Menurut saya itu sah – sah saja. Kenapa tidak? Kalau memang itu pilihan terbaik bagi keluarganya dan sang suami rela melakukannya, dan sang istri juga bahagia, kenapa kita harus menganggap hal itu sesuatu yang memalukan? Menjadi bapak rumah tangga itu juga salah satu kesetaraan gender toh?
Saya baru akan protes, apabila hanya karena berjenis kelamin perempuan atau laki – laki, tidak bisa menempati salah satu posisi, tanpa ada alasan yang benar – benar masuk akal. Saya baru akan protes apabila, karena saya adalah seorang perempuan, saya harus memasak. Atau hanya karena saya perempuan saya tidak boleh tertawa keras – keras.
Kalaulah saya banyak berbicara, tentang kesetaraan gender, karena saya melihat sendiri , masih banyak perempuan – perempuan di Indonesia yang tidak seberuntung saya, yang dibatasi hak – haknya hanya karena perempuan dan lebih parahnya lagi kemudian membuat mereka menderita.
Sebagai sesama perempuan, tentulah saya ingin perempuan – perempuan sekeliling saya, yang saya kenal, bisa mengutarakan pendapatnya tanpa rasa takut, bisa melakukan apapun dalam batas kaidah – kaidah agama yang dianutnya tanpa rasa bersalah dan bisa meraih posisi – posisi utama di ruang kerjanya.
Jadi saya kemudian luar biasa takjub, senior saya yang hebat luar biasa, bisa berpikiran seperti itu. Kalau dia saja masih berpikiran sempit, bagaimana dengan pria – pria lain yang berpendidikan lebih rendah dan belum pernah keluar dari daerahnya????
Menolak dan ketakutan setengah mati dengan kata – kata kesetaraan gender atau empowering women, agak lucu buat saya. Apakah ketakutan akan dijajah perempuan? Tau kah kalau gender itu artinya bukan perempuan? Sehingga kesetaraan gender bukan dimaksud untuk kesetaraan hak – hak perempuan.
Kesetaraan gender itu juga berlaku untuk pria. Pria boleh mengatakan terjadi ‘bias gender’ kalau dia ditolak menjadi sekretaris atau ditolak menjadi hair dresser, atau ditertawakan ketika berpakaian dengan warna merah jambu misalnya.
Empowering women – penguatan perempuan sendiri dimaksud untuk membantu perempuan – perempuan terutama single mom, yang harus membanting tulang karena mempunyai tanggungan keluarga yang besar dan kemudian ditambah harus mengerjakan pekerjaan – pekerjaan domestik.
Apakah salah apabila membantu perempuan untuk mencari penghasilan tambahan yang bisa dilakukan beberapa jam tanpa mengganggu keluarganya, karena penghasilan sang suami tidak mencukupi, baik dengan cara menambah kapasitas dan kemampuannya , memberikan informasi maupun memberikan dukungan moral, agar perempuan tersebut percaya bahwa dirinya mampu?
Kesetaraan gender dan penguatan perempuan bukanlah salah satu kegiatan untuk memecah belah keluarga yang harmonis, bukanlah kegiatan untuk mem’brain wash’ (cuci otak) perempuan agar menentang laki- laki, bukanlah kegiatan yang perlu ditakutkan.
Kalau lah kesetaraan gender sering dikaitkan dengan perempuan, karena memang terbukti banyak perempuan yang tercabut hak – hak nya hanya karena dirinya perempuan. Empowering women dan bukan empowering men – karena memang banyak perempuan yang karena tidak adanya kesetaraan gender tidak mempunyai kekuatan untuk bangkit dari keterpurukkannya.
Mudah – mudah an senior saya, dan bapak – bapak yang baik hati nya, membaca ini, sehingga tidak langsung menolak ketika mendengar tentang kesetaraan gender dan emporing women. Aamin
Salam