Tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai perayaan Hari Ibu adalah putusan dalam Kongres Perempuan Indonesia III pada 1938. Presiden Soekarno menetapkan melalui Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959 bahwa tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu dan dirayakan secara nasional hingga sekarang.
Tentu saja, sebagai seorang anak yang lahir rahim seorang ibuyang dibesarkan di Indonesia, dimana beliau tidak terbiasa untuk memeluk dan menyatakan sayang (hi … sometimes it is hard to say “I love you” to my mom then to others person :D), hari ibu menjadi salah satu moment di mana saya bisa dengan berani memeluk ibu saya dan bilang “thank you mom”, tanpa terlihat aneh dan lebay – walaupun selalu diikutin dengan protes keras ibu saya – “apaan sih meluk – meluk, pake bilang thank you – thank you segala” . (sekarang sih saya mikirnya, mungkin itu cara beliau untuk mengatasi rasa kebingungan nya harus menjawab dengan apa 😀 )
Tapi ini bukan cerita tentang saya dan ibu saya tercinta.
Kali ini saya sedang memikirkan tentang kekerasan oleh anak – anak yang akhir – akhir ini marak terjadi di negara saya Indonesia tercinta ini. Mulai dari kebrutalan geng motor, tawuran anak – anak SMA yang menggunakan benda – benda tajam dan kemudian tidak segan – segan menggunakan alat -alat ini. Malah saya tidak jarang melihat anak – anak kecil yang memukul dan mengucapkan kata – kata kasar ke si ‘mbak’ (red: baby sitter/ asisten rumah tangga/prt), atau anak – anak sekolah yang dengan nyamannya duduk di bis kota padahal disebelahnya ada ibu – ibu hamil atau ibu yang sedang menggendong anaknya berdiri – tidak ada yang menawarkan bangku untuk si ibu tersebut – mereka sibuk dengan dunia nya sendiri dan kenyamanannya sendiri atau saya juga beberapa kali melihat mereka mentertawakan orang – orang tua yang terjatuh atau tidak bisa menyebrang jalan. Ini membuat saya menjadi miris.
Kemudian saya teringat pembicaraan saya dengan salah satu kakak papa, yang bicara tentang banyaknya perempuan yang menjadi ibu yang bekerja dari pagi hingga malam hari – yang tidak punya waktu untuk anak – anaknya. Bahkan menurut nya hari Sabtu dan Minggu tidak jarang ibu – ibu muda ini menggunakan waktunya untuk membalas perasaan feel ‘guilty’ mereka ke pada anak – anak dengan cara membiarkan anak – anak melakukan apa saja, dan bukan malah mendidik anak – anak ini dengan pengertian soal kasih sayang, budi pekerti, perilaku, norma, budaya, tata krama.
Di sisi lain, walaupun saya belum menjadi seorang ibu, saya mengerti sekali bagaimana beratnya menjadi seorang ibu yang bekerja – karena tidak jarang mereka terpaksa harus bekerja karena harus ikut menopang ekonomi keluarga. Terlebih lagi di Jakarta dimana mereka harus berangkat pagi dan pulang larut malam karena kemacetan jalan. Saya mengerti cape nya, mereka – mereka ini. Saya mengerti sekali.
Saya tidak berniat untuk menyalahkan ibu – ibu ini, yang menurut saya hebat banget. Kalau semua kesalahan anak – anak juga harus dibebankan kepada mereka, saya kira ini menjadi tidak adil untuk mereka.
Mungkin benar, apa yang diucapkan oleh kakak papa saya tersebut, karena terasa sekali bagaimana dulu ibu saya yang tidak segan – segan menjewer saya atau memukul saya , apabila saya berkata tidak sopan atau bertingkah laku tidak sopan pada orang orang di sekeliling saya. Itu bisa dilakukan oleh ibu saya, karena beliau tidak bekerja di luar rumah dan bisa fokus untuk mendidik saya dan saudara – saudara saya.
Tapi dalam keadaan yang tidak mungkin dilakukan oleh ibu – ibu yang bekerja, mungkin sebaiknya lingkungan termasuk kita dan terutama suami / partner tercinta untuk sedikit meringankan beban mereka dengan ikut membantu mereka mengawasi dan mendidik anak – anak ini. Jangan biarkan ibu – ibu ini merasa bersalah meninggalkan anak – anak mereka untuk bekerja, jangan juga langsung menyalahkan ibu – ibu ini tanpa menawarkan solusi apa pun untuk membantunya membesarkan anak – anaknya.
Karena semakin ibu – ibu ini merasa terpojok dan bersalah, biasanya ada dua cara yang akan dilakukannya :
1. semakin membiarkan anak – anak itu berbuat semaunya – memberi anak – anak dengan barang – barang mewah atau meluluskan apapun yang diminta si anak – yang pastinya bukan solusi yang benar
2. atau memarahi anak – anak sebesar – besarnya membuat anak – anak tidak nyaman bersama ibu mereka sehingga kemudian anak – anak ini akan mencari tempat yang dianggapnya nyaman dan sayang nya sering sekali malah menjerumuskan mereka.
Ke dua cara ini malah membuat keadaan semakin runyam.
Di hari ibu ini mungkin bisa sedikit mengetuk hati nurani kita, untuk ibu – ibu – super duper hebat ini. Berikan mereka solusi. bantu mereka menyebarkan kasih sayang mereka kepada anak – anak tercintanya. Bantu tugas mulia mereka dengan cara membantu mereka mengawasi anak – anak. Beri mereka apresiasi sehingga mereka mempunyai kepercayaan diri untuk mengurus anak – anaknya, membesarkan mereka di jalan yang benar dan bukan rasa bersalah yang membuat mereka membesarkan anak dengan jalan yang salah.
Mungkin dengan bantuan kita ini, kekerasan yang dilakukan oleh anak – anak bisa berkurang jauh, mungkin dengan ini anak – anak Indonesia yang menjadi generasi penerus bangsa akan tumbuh menjadi anak – anak yang sopan dan santun dan anti kekerasan.
Sekali lagi selamat hari Ibu untuk ibu – ibu hebat di seluruh Indonesia, dan mari kita membantu mereka untuk menjadi ibu yang lebih hebat lagi.