Kemarin ketika saya berangkat ke kantor barengan dengan adik saya tercinta dengan motornya, mencari jalan jalan alternatif agar tidak terjebak macet yang menjadi semakin parah akibat hujan dan banjir di beberapa tempat, ada pemandangan yang membuat kami berdua kemudian merasa miris dan merasa marah. Banyak banget orang orang yang sengaja menghentikan kendaraan nya untuk memotret banjir dan korban banjir menggunakan smart phone yang mereka miliki, seakan akan musibah yang dialami oleh sesamanya merupakan objek foto yang bagus sekali.
Parahnya kemudian mereka bahkan tidak terlihat menyambangi posko bantuan yang ada di sana. Setelah puas mengambil foto, mereka meninggalkan tempat itu begitu saja. Dan itu memang bukan pertama sekali saya melihat kejadian seperti ini. Ketika ada tabrakan, bukannya menolong korban, malah bersibuk ria mengambil foto sang korban dan penabrak atau malah memfoto diri dengan latar belakang kejadian tersebut :(Begitu juga dengan peristiwa lain, kebakaran misalanya, dan musibah musibah yang lain.
Seolah olah seperti wartawan profesional yang tidak mau melewatkan untuk mengabadikan setiap momen yang ada, semakin tragis, semakin bagus. Semakin canggih smartphone, semakin banyak foto yang di ambil, semakin cepat internet di smartphone , semakin banyak foto yang di upload di seluruh akun sosmed yang mereka punya plus kata kata tentang keperdulian untuk menambah image kehebatan mereka (*tepok jidat)
Please dong mas, mbak, om, tante, bapak ibu, adik, coba lah berpikir menjadi mereka. Apakah kita mau difoto foto orang ketika kita sedang mengalami musibah? Ketika orang tua, saudara kita sedang luka parah atau sakit berat atau bahkan meninggal dunia akibat bencana tersebut? Apakah kita merasa nyaman dengan itu? Miris. Dimana hati nurani kita? Dimana nalarnya? Apakah cuman kejadian itu yang tepat untuk difoto?
Apakah kalau tidak bisa membantu, tidak bisakah dengan tidak menjadikan mereka objek foto dan kemudian secara tidak bertanggung jawab menyebarkan nya kemana mana, tanpa memikirkan apa yang dirasakan oleh orang yang tertimpa musibah? Apalagi kalau foto foto tersebut ditambah dengan tulisan yang seolah olah “Hero” yang mengajak semua yang melihat nya perduli dan mencontreng “LIKE” kalau di facebook :(Apa pentingnya sih, foto foto tersebut? Apa memang harus di upload? Atau karena judulnya SMARTPHONE = berarti yang harus SMART adalah phone nya dan bukan pemiliknya? Deuuuuuuuhhhhh.
Apa tidak cukup dengan berfoto foto narsis, atau berfoto foto di setiap sudut negara yang didatangi, dan foto tentang makanan mewah yang di makan, kemudian sebisa mungkin foto itu tersebar di seluruh akun sosial media yang kita punya. Agar semua orang bisa tau bagaimana hebat, keren dan coolnya gaya hidup, negara mana yang didatangi, dan bagaimana tinggi nya selera makanan. Apakah semua itu tidak cukup? Harus kah menambahkan dengan foto foto diatas penderitaan orang lain tersebut juga? Speechless
Selain itu, fenomena yang paling memiriskan, dengan banyak nya sosial media maka keinginan untuk memperlihatkan “menurunnya kemampuan nalar” seperti yang sering juga saya lakukan (ampuuuunn betapa memalukan nya saya :(( ) adalah menulis status tentang bagaimana seseorang menyakiti saya, bagaimana bodohnya seseorang melakukan sesuatu, atau tentang bagaimana cinta dan rindu nya saya terhadap seseorang.
Dan yang saya lakukan memang hanya sebatas menulis status tapi tidak melakukan apapun terhadap orang yang saya maksudkan. Saya tidak ketemu atau setidaknya menelfon mengatakan kepada mereka apa yang saya rasakan. Jadi sebenarnya apa yang saya mau? Dapat perhatian? Atau berharap orang tersebut membaca dan mengerti kalau yang dimaksudkan oleh saya adalah mereka dan berharap, mereka akan berubah dan membalas rasa saya. Deuuuuhhhhh.
Setelah itu yang lebih parah dari itu adalah saya kemudian merasa marah ketika orang tersebut tidak melakukan apa apa, tidak minta maaf, tidak membalas cinta atau merespon rasa kangen saya. LOL Kemudian kembalilah saya menuliskan segala kekecewaan saya kepada mereka. Dan begitu seterusnya, semakin lama status itu semakin kasar atau semakin memelas – tergantung masalahnya. Seolah olah saya adalah orang yang paling menderita sedunia dan seolah olah penting banget semua orang mengetahui dan merasakan apa yang saya alami sehingga HARUS saya tuliskan menjadi status. ( Yah … seperti di film film romantis – yang cantik yang mengalami penderitaaan dan perlu diselamatkan hahahahhahhaahha)
Tapi ya karena memang sudah kehilangan nalar – saya TETAP TIDAK melakukan apa apa. Saya tetap tidak berusaha bertemu orang tersebut dan tetap tidak juga menggunakan Smartphone saya dengan cara yang SMART. Dan anehnya banyak juga orang yang bersimpati atas status saya tersebut, bukan nya menegur saya agar langsung berbicara ke orang nya. Mungkin sih karena mereka hanya basa basi? Atau takut saya marah? š Ah … entahlah.
Kalau begitu, ehmmmm ……. dikasus saya, bukan hanya menghilangkan NALAR dan NALURI tapi, juga menjadikan saya menjadi seorang pengecut yang tidak berani untuk mengatakan langsung kepada orang lain (apapun alasannya itu) dan kemudian menjadikan diri sebagai korban yang perlu diperhatikan adalah aktivitas favorit saya? Ah … saya harus menghentikan aktifitas memaki dan mengeluh di akun sosial media yang saya punya (please please … kalau saya menulis ini lagi, tolong saya ditegur ya, pleaseeeee), agar saya tidak semakin terpuruk menikmati kenyamanan saya yang hanya beraniĀ di sosial media melalui smartphone Ā – yang saya yakin selalu merindukan agar saya sebagai pemiliknya menjadi Smart, menggunakannya untuk hal hal yang membuatĀ nilaiĀ hidup saya semakin meningkat dan bukan sebaliknya. Aamiin
Salam
Hallo Kharina, mantap, motivasi diri yang baik pasti hasilnya akan baik!! … Kadang sangking kerasnya perubahan zaman membuat kita tidak sadar jika kita sudah terlalu jauh menyimpang … Lihat lah Luna Maya diagungkan, dan Ariel di elu2 kan bahkan tidak putusnya media memberitakan mereka setiap hari, begitupula pengemarnya yang selalu histeris… Kita dipaksakan untuk lupa sesuatu yang pasti diingat….
Halo juga mas. Iya begitu lah … enggak tau mau dibawa kemana kita ini. Thanks š