Saya baru saja melihat foto foto yang dikirim oleh salah seorang teman saya di satu group chat WhatsApp, dimana dalam foto itu ada 3 foto perempuan dan dimana nama nama di foto itu misalanya : Farah Dilla, Farah Quinn dan terakhir foto lelaki laki yang kurang beruntung dengan gigi maju ke depan dan dinamakan Farah Fisan. Trus foto ke dua tetap dengan 3 foto yang isinya Nikta Willy – Nikita Murzani dan Nikita Bunuh aja Yuk — dimana untuk foto ini adalah foto seorang wanita denan make up yang tertalu putih – hidung tidak mancung dan bisa dibilang bagi sebagian orang memang kurang menarik untuk dilihat.
Kemudian atas foto tersebut beberapa teman saya yang ada di group tersebut, mengetawai orang orang tersebut. Seolah seolah memang selayaknya mereka mereka ini karena kondisi Fisik nya yang berbeda dengan standard orang rata rata, bisa seenaknya ditertawakan. Tanpa perlu merasa apapun
Setelah melihat itu, saya kebetulan juga membuka Facebook dan entah mengapa status yang saya baca adalah status teman saya yang isinya bagaimana perasaan orang atau orang tua, saudara ketika melihat foto foto dari diri sendiri, anaknya, atau saudaranya yang dijadikan bahan lelucon oleh orang lain di sosial Media.
Saya terdiam dan terpaku. Karena berapa sering saya membiarkan orang orang sekeliling saya melakukan hal tersebut. Bahkan beberapa kali saya ikut tertawa tanpa merasa bersalah.
Saya mulai merenungkan, mulai memikirkan bagaimana kalau foto yang menjadi bahan tertawaan itu adalah foto saya, atau saudara saya, atau anak saya. Apa yang saya rasakan? Toh kita memang tidak bisa memilih bentuk wajah – fisik seperti apa. Mancung, pesek, hitam, putih, oval, bulat, sipit, belo’, itu semua anugrah Tuhan yang Maha Esa, yang patut kita syukurin. Karena kita semua tahu bahwa itu adalah anugerah Tuhan yang Maha Esa, apa hak kita kemudian mentertawakan karya cipta Nya tersebut? Ini seperti mem bully orang lain.
Dengan ini saya mengajak kita semua untuk tidak lagi menggunakan foto foto berisi kekurangan fisik orang lain sebagai bahan lelucon, jangan lagi turut menyebarkan nya. Biarkanlah foto foto tersebut berhenti di kita tanpa harus kita sebarkan kembali. Karena kekurangan mereka bukan membuat kita berhak untuk mentertawakan mereka. Kekurangan mereka bukan bahan untuk kita untuk menciptakan lelucon lelucon baru. Karena selayaknya kita mensyukuri seluruh karya cipta Tuhan yang Maha Esa dan bukan mentertawakannya. Karena masih banyak hal hal yang bisa kita tertawakan di dunia ini di luar dari kekurangan fisik seseorang.
Kecuali kalau anda tidak keberatan foto anda atau anak anda atau saudara atau orang tua anda juga dijadikan objek bahan lelucon oleh oragn lain.
Salam
bagaimana perasaan orang yang dijadikan bahan lelucon oleh orang lain?