Dari kecil sampai sebesar ini, yang sering di ajarkan ke saya adalah bahwa bulan puasa adalah bulan penuh berkah. (Walaupun saya percaya bahwa setiap hari dan setiap bulan adalah bulan berkah)
Di sini saya tidak akan membicarakan soal puasa itu sendiri menurut agama, yang saya ingin bicarakan adalah bulan puasa dan orang – orang yang penghasilannya harus terhenti dikarenakan bulan ini.
Di salah satu berita, disebutkan ada sekitar 600.000 karyawan di ibukota yang menganggur pada bulan puasa dikarenakan penutupan atau pembatasan jam operasi tempat hiburan.
Penutupan atau pembatasan jam operasi tempat hiburan itu berdasarkan Perda No 10/2004 tentang Kepariwisataan, yaitu mengenai penyelenggaran tempat hiburan di bulan Ramadhan, Perda No 10/2008 tentang Perangkat Organisasi Pemerintah Daerah, dan Keputusan Gubernur DKI Jakarta No 98/2004 tentang Waktu Penyelenggaraan Industri Pariwisata di Jakarta. Berdasarkan peraturan itu, sejumlah tempat hiburan seperti diskotek, kelab malam, bola tangkas, dan sauna yang bukan merupakan fasilitas hotel diwajibkan tutup.
Sedangkan karao-ke, bar, dan musik hidup diizinkan buka, tapi dibatasi waktunya pada 20.30-01.30 WIB saja.
Buat saya, semestinya ketika pemerintah dalam hal ini pemda membuat peraturan seperti ini seharusnya juga memikirkan mereka – mereka yang secara langsung terkena dampaknya.
Di bulan puasa dan yang kemudian diikuti dengan lebaran, dimana biasanya pola konsumsi meningkat, mereka – mereka ini terpaksa harus mengetatkan ikat pinggang karena tidak mempunyai penghasilan.
Apakah kemudian kita bisa mengatakan bahwa bulan ini adalah bulan berkah buat mereka? Dimanakah hati nurani kita yang katanya beragama ini sebenarnya? Apakah memang kita sudah terbiasa diam karena memang, zona nyaman kita terlanjur membuat kita sering tidak perduli dengan orang – orang sekitar kita.
Toh sebenarnya saya yakin, kita adalah orang – orang dewasa yang tau apa yang harus dilakukan atau tidak dilakukan tanpa pemerintah harus ikut – ikutan membantu menutup tempat – tempat ini ketika bulan puasa. Dan apabila mereka – mereka yang berpuasa ini kemudian mendatangi tempat – tempat hiburan pada bulan puasa, bukankan dosa atau tidaknya menjadi tanggung jawab penuh mereka dan bukan bagian dari tanggung jawab pemerintah? Apakah pemerintah sudah berubah tugasnya – menjadi turut bertanggung jawab atas segala dosa – dosa kita?
Selain itu bukankah semakin besar tantangan yang ada di bulan puasa bagi orang yang sedang berpuasa berarti semakin besar pahalanya apabila dia berhasil mengatasinya? Ataukah memang dilarang adanya tantangan – tantangan di bulan puasa agar puasa bisa berjalan lancar?
Mereka – mereka yang menganggur itu juga pasti ada yang berpuasa dan menjadi kepala rumah tangga atau orang yang menafkahi keluarganya, bisa kah kita bayangkan apabila peraturan itu juga menimpa kita? Bagaimana mereka harus bertahan hidup? Bagaimana harus merayakan hari lebaran? Bagaimana mereka harus membayar zakat?
Menurut saya apabila pemerintah yakin akan keputusannya bahwa penutupan tempat – tempat hiburan pada bulan puasa adalah jalan terbaik maka setidaknya pemerintah juga memikirkan jalan keluar untuk membantu karyawan – karyawan ini agar tidak menganggur di bulan puasa, agar mereka bisa tetap mempunyai penghasilan di bulan puasa.
Mudah – mudahan puasa tahun depan, pemerintah dibukakan hatinya untuk membuat kebijak – kebijakkan yang memang bijak dan adil untuk semua orang (Amin)
Betul… setiap hari bahkan setiap tarikan nafas kita, adalah berkah.
Namun, keberkahan tidak bisa diukur materi yang kita terima.
Kenikmatan sebutir kurma bagi yang berpuasa sungguh keberkahan tak terkira bagi yang menjalankan puasanya hanya untuk mendapat ridha-Nya. Dan ini tidak bisa dinilai oleh dan dengan apapun, kecuali Allah.
Salam
Betul… setiap hari bahkan setiap tarikan nafas kita, penuh dengan berkah.
Namun, keberkahan tidak bisa diukur hanya dengan materi yang kita terima.
Kenikmatan sebutir kurma saat berbuka sungguh keberkahan tak terkira bagi yang berpuasa dengan niat untuk mendapat ridha-Nya. Dan ini tidak bisa dinilai oleh dan dengan apapun, kecuali Allah.
Salam