Dua hari ke depan, negara Republik Indonesia yang saya cintai ini akan merayakan hari kemerdekaanya. Acara yang pasti tentulah pengibaran sang saka Merah Putih di Istana Negara lengkap dengan penurunannya pada sore harinya, yang pasti juga pada hari itu adalah hari libur Nasional. Yang tentu buat saya dan teman – teman yang bekerja merupakan “berkah” luar biasa (libur bow :D)
Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada para pahlawan yang telah memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini, yang kemudian memproklamirkan kemerdekaan negara ini, saya sering merasa tanpa adanya tanggal 17 Agustus ini sebenarnya saya cukup mencintai negara saya. Negara dimana saya dilahirkan, dan kelak suatu saat apabila tiba waktu saya, juga menjadi tempat di mana saya dikuburkan.
Walaupun di kehidupan keseharian saya, seringkali saya mencampur baur kan bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris dan terkadang bahasa Jerman, kemudian hanya sedikitnya baju batik yang saya punya di rumah (mungkin hanya tiga potong) dan tidak adanya baju kebaya yang saya punyai, atau sering nya saya mengganti warna mata saya yang coklat ini menjadi warna hijau atau biru atau abu – abu bukan berarti saya tidak berbangga hati menjadi bangsa Indonesia. Saya bangga sebagai bangsa Indonesia dengan “warna” saya sendiri.
Kalaulah sering ditulisan – tulisan saya banyak menyorot tentang kejelekkan negara saya, itu adalah cara saya agar para pemimpin negara saya sadar bahwa banyak yang harus diperbaiki dalam kegiatan bernegara dan berbangsa (walaupun saya tau kemungkinan besar tulisan – tulisan saya tidak pernah dibaca oleh mereka:D , tapi setidaknya saya telah berusaha menuangkan ide pemikiran saya dan menuliskannya daripada saya hanya protes – protes tidak jelas :D).
Tapi diantara banyak nya protes saya terhadap kejelekkan negara saya, tetap saja saya tidak terima apabila ada bangsa lain yang menginjak – injak dan menghina negara saya, tetap saja saya akan marah apabila ada negara lain yang seenaknya mengatur – atur negara saya atau pemerintah negara saya. Makanya protes – protes saya terhadap negara tercinta ini sebisa mungkin tetap saya tuliskan dalam bahasa Indonesia, dengan maksud tetap untuk konsumsi publik bangsa Indonesia, bukan bangsa lain. Toh sebagai negara yang merdeka, negara tercinta ini berhak untuk dihargai oleh negara – negara lain.
Saya ingat, setelah tinggal beberapa tahun di negara antah berantah, ada banyak orang yang menanyakan kepada saya, kenapa saya tidak pindah kewarganegaraan atau tidak bertahan untuk terus tinggal di negara antah berantah tersebut.
Menurut saya, walaupun banyak kemudahan yang bakal saya dapat apabila saya pindah kewarganegaraan, tapi tetaplah saya masih ingin terus menjadi bagian dari negara saya. Saya masih tetap ingin mempunyai passport yang bertuliskan “Warga Negara Indonesia”, saya masih tetap bangga memperkenalkan diri saya sebagai “perempuan Indonesia”.
Anehnya justru karena pengalaman saya tinggal beberapa tahun di negara antah berantah tersebut yang mengajarkan saya lebih mencintai negara tercinta ini, mengajarkan saya, bahwa seberapa jauh saya pergi, tetap saja, saya ingin kembali ke negara saya, yang mengajarkan saya menjadi terharu biru mendengarkan lagu Indonesia Raya dikumandangkan, dan kemudian membuat bulu kuduk saya berdiri ketika mendengar lagu “Tanah Airku” ( …. biarpun saya, pergi jauh, takkan hilang, dari kalbu. Tanahku yang kucintai, engkau kuhargai …)
– Selamat Hari Kemerdekaan Negaraku tercinta, Negara Kesatuan Republik Indonesia –