Bagi saya, hari Pendidikan Nasional ini seharusnya menjadi hari berkabung nasional bagi dunia pendidikan di Indonesia. Mengapa? Karena hari ini saya diingatkan kembali betapa mahalnya ongkos pendidikan di Indonesia. Bahwa pendidikan di Indonesia mengalami kemunduran – kembali kepada jaman penjajahan dulu – hanya orang orang yang berpunya yang bisa menyekolahkan anak – anaknya setinggi mungkin. Dan anak – anak yang mengikuti ujian Nasional menjadi ‘pesakitan’ yang kita ujian harus diawasi seketat – ketatnya karena rawan dengan kebocoran kunci jawaban.
Coba bandingkan ketika saya sekolah dulu. Dimana, buku yang saya pergunakan hasil warisan kakak saya dan kemudian saya wariskan kembali ke adik saya yang usianya terpaut empat tahun dibawah saya. Kalau sekarang? Keponakkan saya pastinya tidak akan bisa memberikan buku yang dipergunakkannya untuk adik sepupu nya yang berbeda dua tahun di bawahnya. Jadilah setiap tahun orang tua harus mengeluarkan sejumlah kocek tertentu untuk biaya buku. Bagaimana dengan orang tua yang tidak mampu?
Selain itu sewaktu Ujian Nasional, sepertinya orang tua saya tidak pernah stress, guru – guru saya juga tidak stress, suasananya sama saja seperti ujian sehari – hari. Semua biasa saja. Tidak ada yang istimewa. Justru yang istimewa bagi saya tentu, seragam yang saya gunakan akan berganti setelah Ujian Nasional : D Kalau sekarang? Ujian Nasional menjadi pemberitaan paling heboh dimana – mana, sehingga seolah – olah anak – anak yang akan mengikuti Ujian Nasional adalah para teroris yang perlu diawasi secara ketat.
Kemudian ketika akan kuliah, seperti saya yang kebetulan saat itu orang tua saya tidak bisa membiayai kuliah saya, ada sekolah gratis yang bahkan saya dibayar untuk kuliah, atau teman – teman saya yang lain akan berusaha belajar untuk mendapatkan bangku di universitas negeri yang biayanya jauuuuuuuuuuuuuuuuuuuuh lebih murah dari tempat – tempat lain. Saya ingat sewaktu harus membiayai adik saya yang berkuliah di salah satu universitas negeri, biaya yang saya harus keluarkan hanyalah dua ratus ribuan untuk satu semester. Dan sekarang? Sepertinya jauh lebih murah (red: murah tapi dengan catatan tetap bernilai nominal jutaan :D) untuk kuliah di universitas – universitas swasta.
Bayangkan dengan universitas negeri sekarang, semenjak dilepas oleh pemerintah untuk bisa mandiri menentukan biaya nya sendiri. Sepertinya hampir tidak ada lagi universitas negeri yang biaya nya murah atau bebas biaya. Jadi tidak perduli pintar ataupun tidak pintar, selama tidak punya uang, ya tetap saja sulit untuk kuliah. Kecuali berusaha keras untuk mendapatkan beasiswa dari luar.
Nah, kasus beasiswa dari luar kemudian juga membawa dampak panjang juga, karena setelah mendapat kan beasiswa di luar negeri, sepertinya lebih baik tetap tinggal disana dan bekerja di sana. Saya juga teringat cerita tentang seorang anak yang menang olimpiade matematika internasional, tapi tidak mendapatkan tanggapan apa – apa dari pemerintah Indonesia, sehingga akhirnya, ketika pemerintah Singapura menawarkan beasiswa kepadanya, jadilah si anak ini menetap dan tinggal di Singapura. Kemudian ada juga cerita tentang para ilmuwan Indonesia di luar negeri, yang ketika ingin pulang ke Indonesia, malah tidak mendapat kan apresiasi yang selayaknya mereka dapat, sehingga sulit untuk mereka juga membiayai keluarganya kalau harus tinggal di Indonesia. Sehingga kembali lah mereka menetap dan bekerja di luar negeri.
Akibatnya? Jadilah generasi muda Indonesia yang pintar – pintar dan berbakat ini kemudian mendarma baktikan keahliannya di negara orang, dan meninggal kan Indonesia. Menurut saya, kemudian agak lucu kalau kita mengatakan mereka tidak nasionalis wong, ya salah sendiri dong, siapa suruh menyia – nyiakan mereka? Jangan kemudia mereka dituding tidak nasionalis.
Saya jadi teringat, pernah ngobrol dengan salah seorang yang bekerja di pemerintahan di Jerman tentang, sekolah gratis, yang karena gratis, orang tua yang mempunyai anak usia sekolah tapi tidak sekolah bisa dipenjarakan dan si anak akan diurus oleh negara. Sewaktu saya bercerita, bahwa sekolah itu mahal di Indonesia, dan tidak gratis, orang tersebut mengernyitkan kening dan mengatakan ‘anak – anak itu adalah aset bangsa’. Pada mereka terletak masa depan bangsa. Karena mereka adalah asset sudah seharusnya untuk mereka diberikan yang terbaik, dan pendidikan gratis adalah jalan yang terbaik untuk itu.
Di Indonesia, pendidikan bukan lah proyek ‘seksi’ yang akan dilirik oleh pemerintah, yang dijadikan perhatian utama. Anak – anak bukanlah dipandang sebagai salah satu asset negara terpenting, sehingga salah satu pasal di UUD 45 yang menyatakan : ‘Fakir miskin dan anak – anak terlantar dipelihara oleh negara’, menjadi terlupakan . Jadilah pengamen – pengamen dan pengemis – pengemis cilik semakin bertambah dari hari ke hari.
Dan kemudian saya menyesali demo – demo yang dilakukan oleh mahasiswa sekarang. Sebagai bagian dari akademisi bangsa, seharusnya mereka, hari ini berdemo, untuk membuka mata hati para wakil rakyat tercinta di gedung DPR untuk membuka mata terhadap masalah pendidikan di Indonesia. Untuk tidak ragu, mengurangi biaya kuliah (kalaulah tidak bisa menggratiskan) di universitas- universitas negeri dan menggratiskan seluruh biaya sekolah pada sekolah – sekolah negeri, memberikan kesempatan – kesempatan seluas – luasnya bagi anak – anak Indonesia yang pintar terutama dari kalangan yang tidak mampu untuk memperoleh beasiswa ke jenjang yang lebih besar, mengganti kurikulum menjadi kurikulum yang tidak berganti – ganti setiap tahunnya sehingga buku – buku pelajaran bisa tetap digunakan untuk dua atau tiga tahun. Dan pengemis – pengemis serta pengamen – pengamen cilik itu seharusnya diurus oleh negara!!!!!!!!!
Sayangnya seperti pemerintah …. mungkin demo untuk masa depan pendidikan nasional di Indonesia, bukanlah termasuk demo ‘yang cukup seksi’ bagi mahasiswa – mahasiwa Indonesia (come on you should care that many of your friends could not study to the university because it is too expensive for them!!!!!).
Mudah – mudah an tahun depan ketika kita kembali memperingati hari Pendidikan Nasional, situasi pendidikan nasional sudah mulai berubah (aamiin)
Bukannya anggaran pendidikan sudah 20% APBN ya? setau saya sih, SD negeri sudah gak ada pungutan SPP alias gratis, buku2 pun sudah dipinjami dari sekolah. Masalahnya guru2 yang mengajar seperti kehilangan naluri seorang pendidik.Tidak usahlah kita menuntut seorang guru harus seperti tokoh ibu mus di novel andrea hiratta itu. Tapi (sebagian) guru SD negeri seolah berpikiran tidak ada hubungan antara gaji+tunjangan yang mereka terima dari APBN dengan kualitas mengajar anak didik mereka.
Anak saya pernah bersekolah di SD negeri dan hanya bertahan satu semester. Saya memutuskan untuk memindahkan ke sekolah swasta dengan konsekuensi membayar SPP bulanan lantaran tidak tega melihat kemajuan pendidikannya yang lambat. Dan kini-alhamdulillah-saya bisa melihat anak saya bisa lebih cepat maju dan bahagia menjalani hari-hari sekolahnya.
Semoga ke depan mahasiswa yang berminat menjadi guru memang benar memiliki hobi dan bakat sebagai pendidik dan bukan hanya karena tertarik dengan besarnya kompensasi penghasilan yang diterima guru negeri.
Salam…
iyah setuju … biar yang ngajar anak2x juga orang2x pintar ya? bukan orang yang sekedar cari kerja ajah 😀
Salam
kmrn ada wepeh bendahara BOS konsultasi … dia tanya, dana BOS dipake buat penyediaan minum, snack dan makan siang guru, itu kena pajak ga?
WTF !?!?!??!@#%&*
sejak kapan dana BOS dipake buat ngempanin guru2 ?!?!??!
20% APBN, kl larinya buat begitu2 itu, pantes aja pendidikan ga maju2.
Hahahaha gila ya memang