Pengadilan – menegakkan keadilan atau menegakkan hukuman?

Dalam hitungan hari, saya akan mendengar berapa lama sanksi yang akan dijatuhkan oleh pengadilan kepada salah satu teman saya. Apakah saya yakin dia bersalah? Tentu tidak, mungkin ada kesalahan yang beliau lakukan, tapi tidak seperti yang diberitakan media, soalnya banyak kesimpang siuran. Tapi mengapa saya yakin dia akan dihukum di pengadilan? Karena memang seperti itu lah fenomena di Indonesia.

Teman saya, yang namanya sekarang terkenal di seluruh jagat di Indonesia, Dhana Widyatmika ini, sebenarnya tanpa pengadilan pun tetap dianggap bersalah. Pengadilan itu seakan – akan menjadi tempat bagi nya mencari hukuman bukan mencari keadilan atas apa yang menimpanya.

Miris?  Yup.

Bahkan yang paling miris – ada masa di mana bahkan pengacara yang membela ‘tersangka”  korupsi malah dicap pengacara hitam.  Seolah – olah kalau sudah dicap koruptor walaupun belum diputuskan bersalah – tidak berhak untuk mendapatkan pembelaan. Dan yang membela dianggap termasuk ikut mendukung koruptor.  Kalau begitu apa gunanya profesi ini? Bukan kah mereka belajar hukum dan menjadi dilantik menjadi pengacara untuk membela orang lain, dan setidaknya membantu si terdakwa untuk menjelaskan kenapa dan mengapa dia melakukan sesuatu dalam bahasa hukum. Karena toh bersalah atau tidaknya, itu nanti akan ditentukan oleh keputusan hakim.

Pengadilan dalam hal ini hakim menurut saya harus lah berisi orang – orang bijaksana, yang dengan bijaksana dan seadil – adilnya memutuskan sesuatu salah atau benar, tanpa dipengaruhi oleh pembicaraan publik, atau ketakutan oleh ancaman publik.

Pengadilan (red: hakim)  menurut saya harus lah menjadi tempat dimana keadilan ditegakkan bukan menjadi tempat mencari ‘hukuman’ untuk orang – orang yang sudah diputuskan bersalah baik oleh media maupun masyarakat.

Karena itu sewaktu saya belajar KUHP – diterangkan mengapa pengadilan harus independen, berdiri sendiri dan berani memutuskan sesuatu. Berani menyatakan sesuatu bersalah kalau memang itu bersalah berdasarkan fakta – fakta dan bukti – bukti yang valid, berani menyatakan sesuatu itu benar kalau memang tidak terbukti sama sekali.

Pengadilan bukan lah tempat kita menyeret seseorang untuk dihukum – tapi tempat dimana keadilan atas suatu masalah yang terjadi di masyarakat dapat ditegakkan. Yang salah diluruskan.

Fenomena yang semakin parah sekarang, hakim – hakim cenderung mengikuti apa yang sudah ‘diputuskan’ oleh media dan masyarakat, karena ketakutan sendiri dikecam dan mendapat sanksi apabila tidak memutuskan sesuai dengan fakta yang terjadi sebenarnya.

Saya mengerti banget dengan posisi  tidak enak yang dijabat oleh hakim, karena saya sendiri pun seandainya menjadi hakim, lebih baik mencari ‘aman’ untuk menjatuhkan hukuman sesuai yang diinginkan masyarakat /media, tanpa perlu saya tau benar atau salah nya, dari pada kalau ternyata fakta sebenarnya adalah tidak terbukti, dan saya bebaskan dan kemudian saya dan keluarga saya dikecam oleh masyarakat dan karir saya terancam.

Media dan masyarakat memang menjadi hakim paling buas yang sering saya lihat belakangan ini di negara tercinta saya. Kode etik mencari berita juga sudah terlupakan , sehingga tidak sedikit keluarga terdakwa juga harus diseret – seret terbawa. Saya tidak bisa membayangkan kalau ada anak – anak yang menjadi tidak nyaman di sekolahnya karena orang tuanya terkena masalah kasus korupsi seperti ini. Jangan hancurkan masa depan mereka, karena yang bersalah (kalaulah bersalah) bukanlah mereka, tapi orang tuanya. Belajar lah untuk lebih mempunyai hati.

Saya orang yang paling setuju untuk membersihkan Indonesia dari korupsi, tapi saya menentang sekali kalau kita kemudian menjadi brutal dan seenak – enak nya kepada orang yang masih belum diputuskan, terutama menyeret – nyeret anak – anak mereka.  Saya menentang  kebrutalan ini kemudian dibawa ke pengadilan sehingga kebenaran yang ada menjadi terlupakan, membuat pengambil keputusan tidak berani untuk menegakkan keadilan tapi malah menegakkan hukuman.

Sama seperti saya menentang penggunaan baju koruptor untuk orang – orang yang masih menjadi terdakwa dan belum diputuskan bersalah. Saya ingin kita semua belajar untuk menghormati satu lembaga yang bernama “PENGADILAN” – tempat dimana KEADILAN  ditegakkan.

Saya harap keputusan apapun untuk teman saya nanti adalah keputusan yang seadil – adilnya sesuai dengan fakta dan kenyataan yang ada, dan bukan sekedar hanya keputusan yang diputuskan sesuai dengan info negatif yang ada diinginkan media dan masyarakat.

Dan sama seperti pendapat saya dulu, apapun keputusan nya nanti, beliau tetaplah teman saya – sehingga doa  dan support semampu saya akan selalu ada untuk beliau dan keluarganya. Aamin

Salam

 

 

About kharinadhewayani

I am just an ordinary woman who wants to share her mind and her dreams to the world.
This entry was posted in Anak, hukuman, Indonesia ku, Korupsi, media masa, teman, Uncategorized. Bookmark the permalink.

7 Responses to Pengadilan – menegakkan keadilan atau menegakkan hukuman?

  1. anton pribadi says:

    saya setujuuuuu…..banyak orang salah malah bebas yg bener malah dihukum..yang terbukti koruptor puluhan milyar jelas sudah ada bukti aja dihukum paling2 2 tahun..koruptor BLBI 560 T dibiarin aja ga ada yg dihukum..koruptor century 6.7 T juga ga ada yg diseret ke pengadilan..koruptor hambalang ribet banget pemeriksaannya..yang nyuap GAYUS juga ga dihukum..gmana nih hukum indonesia????????tai kucing ah hukum di indonesia..jaksa pada disuap hakim pada disuap..katanya oknum tapi kok banyak…

  2. Era says:

    We always pray for you dhana… May Allah gives you the best…He’s the true helps

  3. big sugeng says:

    Demokrasi menurut para ngapakers adalah sing gdhe dimok-mok, sing cilik dikerasi

Leave a comment