Saya termasuk orang yang selama menjadi mahasiswa, tidak pernah ikut demo (termasuk demo kecantikkan :)), apalagi karena sekolah saya adalah sekolah kedinasan, takut kena sangsi DO (yup, saya akui, saya egois dan pengecut 😦 ). Kemudian ketika kuliah lagi yang non kedinasan, saya juga tidak pernah ikut demo, mungkin karena saya sudah cukup cape membagi waktu saya antara kerja dan kuliah. Dan memang saya bukan juga orang yang memilih demo sebagai solusi, walaupun saya tidak menafikan kalau demo mahasiswa tahun 1998 berhasil merubah wajah bangsa ini.
Tapi belakang ini saya merasa benar – benar terganggu dengan demo yang dilakukan oleh mahasiswa. Terutama karena demo itu seringnya berubah menjadi demo yang anarkis dan merusak barang – barang yang ada di sekitar, yang kebanyakkan barang – barang tersebut adalah milik publik, yang dibeli dengan uang rakyat (yang ‘katanya’ mereka perjuangkan) dan untuk kepentingan publik.
Sebagai mahasiswa, generasi penerus bangsa, yang semestinya mempunyai cara berpikir yang lebih cerdas dibanding mereka yang tidak bisa mengecap bangku kuliah atau bahkan tidak pernah mengecap bangku sekolah, seharusnya mengerti bahwa demo dengan tindakan anarkis seperti itu tidak membuat apa yang mereka perjuangkan akan tercapai, tidak juga akan membuat mereka terlihat seperti pahlawan. Tahukah mereka dengan rusaknya barang barang milik publik itu berarti akan ada uang tambahan yang harus keluar dari negara, untuk memperbaiki barang – barang tersebut. Dan parahnya barang barang yang mereka rusak itu perlu biaya yang besar untuk perbaikkannya. Padahal uang tersebut bisa dipergunakkan untuk kepentingan yang lain seperti memperbaiki alat transportasi, mensubsidi obat – obatan dll.
Semakin parah karena beberapa demo juga diikuti dengan melakukan kekerasan terhadap orang – orang yang dianggap mempunyai jabatan di tempat mereka berdemo, walaupun orang – orang tersebut tidak melakukan penyerangan apapun terhadap mereka. Jadi mengapa harus melakukan kekerasan? Apakah dengan melakukan kekerasan ini, mereka mencapai tujuan mereka? Apakah demo dengan anarkis dan kekerasan akan menghasilkan apa yang mereka inginkan? Apakah itu bukan nya malah akan membuat masa depan mereka suram karena melakukan kekerasan terhadap orang lain itu termasuk tindakan pidana. Karena masuk penjara karena memperjuangkan nasib rakyat itu berbeda dengan masuk penjara karena melakukan kekerasan. Sungguh saya gagal paham terhadap tindakan anarkis dan kekerasan yang dilakukan oleh mahasiswa sewaktu berdemo, kalau sudah begini apa bedanya mahasiswa dengan preman – preman jalanan?
Saya juga kemudian merasa prihatin karena, banyak mahasiswa yang sibuk beramai – ramai demo untuk isu yang sedang marak, yang sedang trend. Misalnya soal pencabutan subsidi – kenaikkan bbm. Padahal kalaulah mereka benar – benar perduli, kenapa mereka tidak berdemo juga tentang bbm yang harganya di pelosok – pelosok desa terpencil di Indonesia bisa hampir dua kali lipat – ini sudah jelas yang terkena dampaknya adalah masyarakat miskin. Atau kenapa mereka tidak berdemo tentang biaya sekolah terutama biaya kuliah yang luar biasa mahalnya sehingga banyak anak – anak dari keluarga kurang mampu tidak bisa bersekolah. Atau kenapa tidak berdemo memperjuangkan adik kelas nya di salah satu SMA yang diperkosa oleh kepala sekolah nya? Atau soal TKW yang diperlakukan sewenang wenang di bandara, atau demo di rumah sakit yang menolak untuk melayani orang miskin? Apakah karena masalah masalah ini bukan lah isu yang sedang trend di masyarakat?
Apa yang sedang mereka perjuangkan sebenarnya? Apa kah mereka mengerti apa yang mereka perjuangkan? Apakah mereka tau apa yang diinginkan masyarakat sebenarnya, atau mereka hanya memperjuangkan “apa yang menurut mereka, masyarakat mau” ? Mereka sibuk berdemo menentang kebijakkan pemerintah yang menurut mereka menambah penderitaan rakyat – tapi ketika ditanya apa alasan mereka mempunyai pendapat seperti itu – mereka tidak bisa menjelaskan argumen nya secara logis, atau hanya memakai argumen argumen “katanya – katanya” dan bukan argumen dari hasil penelitian mereka terlebih dahulu. Kalau benar mereka perduli, mereka tidak akan berdemo hanya untuk tema yang sedang trend, kalau benar mereka perduli, mereka tidak akan berdemo dengan cara anarkis maupun tindak kekerasan. Kalau benar mereka perduli, cinta tanah air, cinta bangsa, cinta negara – mereka seharusnya juga mau terlebih dulu “mendengarkan’ apa yang rakyat mau (pergi lah ke pelosok pelosok kampung itu, lihat apa yang mereka butuhkan di sana, dan ketidak adilan apa yang mereka terima, kemudian perjuangkanlah, jangan hanya ikut trend, tapi ciptakanlah trend).
Karena itu menurut saya, kebanyakkan demo mahasiswa belakangan ini cuman sekedar gaya hidup saja, bukan soal keperdulian mereka yang luar biasa pada bangsa ini. Kalau bahasa keren nya … ya sekedar pencitraan saja. Atau seperti slogan “Apa kata dunia, kalau mahasiswa tanpa demo”.