Hijrah – Antara Mengikuti Trend dan Spritualitas

Belakangan ini, kata – kata yang paling sering saya dengar adalah kata Hijrah. Banyak sekali orang – orang yang saya kenal maupun tidak kenal, mulai dari kalangan biasa sampai kalangan selebriti membicarakan hal ini. Biasanya kemudian diikuti dengan perubahan dari gaya berbusana. Untuk perempuan dari yang tadinya (setengah) terbuka menjadi tertutup dari rambut sampai mata kaki, dari tadinya menggunakan jilbab model pendek menjadi menggunakan gamis dengan jilbab panjang panjang melewati dada. Untuk yang laki – laki, mulai sering menggunakan baju koko, baju – baju gamis laki – laki (maaf saya tidak tau namanya J), sampai mulai menumbuhkan jenggot plus memakai celana yang mengatung sampai di atas mata kaki.

Tidak hanya pakaian yang berubah, gaya menulis – yang kemudian semakin sering menggunakan bahasa Arab dan diikuti dengan penulisan Arabnya, tidak lagi menerima untuk bersalaman dengan yang berbeda lawan jenis sampai dengan maraknya pengajian – pengajian antara sesama teman yang berhijrah. Banyaknya pengajian – pengajian  ini juga diikuti dengan banyaknya bermunculan ustad – ustad muda, yang berasal dari kalangan artis maupun ustad – ustad muda yang berasal dari selegram ataupun selebtweet. Terakhir yang juga trending yang saya baca adalah tentang ajakan untuk menikah muda agar tidak berbuat zinah.

Saya sendiri sebenarnya merasa Trend Hijrah yang sedang marak ini cukup oke, terutama banyak juga saya melihat teman – teman saya yang memang terlihat (semakin) cantik dengan menggunakan jilbab ini, atau banyak teman – teman saya beserta keluarganya yang terlihat harmonis karena menghadiri pengajian bersama – sama.

Tapi kemudian terjadi hal – hal lain selain fenomena perubahan yang disebutkan di atas.

Pertama: saya sering bingung ketika menuliskan ucapan selamat ulang tahun, atau semoga cepat sembuh, ikut berduka cita atau bahkan ketika mengucapkan selamat menjalankan puasa, dan selamat lebaran. Karena kebanyakan terutama di group WA itu menggunakan Bahasa Arab, yang sejujurnya saya tidak mengerti maknanya (saya belajar Bahasa Arab itu agar bisa membaca Alquran dan bisa sholat dengan Bahasa Arab, tapi tidak benar – benar belajar Bahasa Arab seperti saya belajar Bahasa Inggris maupun Bahasa Jerman).

Ingin menuliskan dengan Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris yang maknanya lebih saya mengerti dan saya yakin juga dimengerti oleh yang menerima – tapi kemudian terasa seperti pendosa hahahahahahahaha. Akhirnya jadilah biasanya saya hanya mengcopy paste apa yang diucapkan orang – orang sebelumnya yang menggunakan Bahasa Arab itu. Walaupun sungguh, saya tidak tau apa maksud yang dituliskan. Hal yang sama terjadi juga ketika berkomunikasi langsung.

Kedua: saya sering bingung ketika bertemu dengan teman saya yang berbeda jenis kelamin dengan saya. Karena saya tidak tau apakah dia mau menerima tangan saya untuk bersalaman? Terutama kalau teman saya itu membawa istrinya. Sama seperti ketika saya menggunakan rok atau celana selutut. Saya tidak tau apakah dengan pakaian saya itu saya boleh menegur mereka? Atau itu terlihat seperti saya akan menggoda mereka? Akhirnya sering sekali, saya pura – pura tidak melihat kalau ada teman saya yang seperti nya sudah berhijrah ini melintas di dekat saya.

Ketiga: yang ini sebenarnya yang paling menyedihkan saya, rasa toleransi terhadap yang berbeda dari mereka hampir tida ada lagi. Kebanyakan dari orang – orang yang saya kenal berhijrah ini, sering sekali melontarkan kata – kata yang menganggap apapun yang mereka lakukan adalah benar. Mudah sekali buat mereka untuk menyatakan seseorang tersebut “kafir”,  terutama kalau itu berbeda dari mereka. Mudah sekali untuk menghakimi orang lain. Dan tidak sekali dua kali saya membaca tulisan – tulisan mereka di medsos maupun ujaran – ujaran mereka di channel seperti Youtube yang penuh dengan kebencian. Mudah sekali kata kasar yang tidak pantas  diketikkan atau terucap dari mereka. Seolah – olah karena sudah berhijrah, mereka berhak untuk mengatakan apapun terhadap orang lain yang tidak seperti mereka.

Mudah sekali teman – teman yang berhijrah ini terbawa emosi, malah lebih mudah dari pada saya yang memang sudah dicap pemarah. Dan sulit sekali untuk berdiskusi dengan mereka, bertukar pendapat. Terutama tentang apa yang mereka yakini benar – apalagi kalau ucapan tersebut sudah diucapkan oleh ustad yang mereka anggap sebagai guru mereka. Padahal banyak dari mereka yang saya tau dulunya tidak seperti ini.  (Btw: Tulisan ini juga mungkin salah satu yang akan menyebabkan saya dicaci maki orang – orang yang berhijrah atau tidak lagi dianggap sebagai teman mereka. J ).

Bukankah Islam itu agama yang mengajarkan kelembutan? Bukankah Islam adalah agama yang mengajarkan kasih sayang? Saya malah pernah menonton di Youtube tentang seorang bapak di Amerika yang memaafkan orang yang membunuh anaknya. Si bapak ini mengatakan kata – kata yang sangat halus dan menyentuh hati kepada pembunuh anaknya tersebut, sehingga si pembunuh dan keluarganya menangis dan meminta maaf. Dan kejadian itu membuat seluruh orang di ruang pengadilan bahkan saya yakin orang yang menonton mengangumi bapak itu dan Islam. Karena si bapak menyatakan begitulah yang diajarkan di Islam. Dan memang  itu Islam yang saya tau.  Itu Islam yang diajarkan oleh guru ngaji saya, sewaktu saya kecil. Agama yang mengajarkan tentang maaf, kasih dan cinta.

Karena itu kemudian saya menanyakan Tuan Google, apakah sebenarnya arti kata HIJRAH itu. Dari beberapa web (www.nu.or.id ; www.majelispenulis.blogspot.com;), disimpulkan bahwa Hijrah mengandung pengertian memberikan hati semata – mata kepada Allah, bukan kepada selain Nya. Hijrah tidak dimaknai perpindahan arti fisik, geografis atau perilaku yang kasat mata.

Walaupun dari kamus bahasa Indonesia : https://kbbi.web.id, hijrah itu adalah perpindahan Nabi Muhammad saw besama sebagian pengikutnya dari Mekah ke Medinah utk menyelematkan diri dan sebagainya dari tekanan kaum kafir, 2: berpindah atau menyingkir untuk sementara waktu dari suatu tempat ke tempat lain yang lebih baik dengan alasan tertentu (keselamatan, kebaikan dan sebagainya).

Dan kemudian saya merenung pada fenomena Hijrah yang saat ini  terjadi. Kemudian saya berpikir, mungkin ini sebabnya kenapa Ayat pertama dalam AlQuran adalah IQRA, yang artinya BACALAH. Yang mungkin dalam pengertian yang lebih luas, dimaksud agar apapun fenomena yang terjadi – cobalah mencari tau dengan membaca, dengan belajar. Bukan hanya dari ucapan orang – terutama apabila orang tersebut menawarkan surga, kalau mengikutinya. Karena kalau surga itu tidak ada, atau kalau tidak ada pahalanya, apakah kita tidak akan melakukan sesuatu yang baik?

Sebab berdasarkan dari kamus bahasa Indonesia, yang dijadikan pedoman dalam menulis dan berbahasa di Indonesia, hijrah yang dimaksud berbeda sekali dengan apa yang dilontarkan oleh banyak orang – orang yang saya tau. Karena  tidak ada dari mereka yang berpindah ke tempat lain. Dan mereka yang saya kenal juga bukan lah orang yang tinggal di daerah perperangan. Jadi terus terang berdasarkan kaidah bahasa Indonesia, tindakan seperti ini tidak bisa di sebut dengan hijrah.

Dan mengikuti pengertian hijrah berdasarkan website yang ada, arti hijrah berbeda dari fenomena yang ada sekarang. Hijrah – berarti melakukan semua nya sesuai dengan kehendak Allah, sesuai keinginan Allah, sesuai dengan perilaku nabi. Bukan hanya berubah cara berpakaian, atau berbicara dengan bahasa Arab, atau anti terhadap yang berbeda.

Hijrah itu bukanlah trend – bukan sekedar berganti cara berpakaian,  malah semustinya kalau sudah berhijrah, ya tidak lagi memikirkan kekayaan – kekayaan dunia, atau sibuk memikirkan untuk memiliki barang – barang bermerk, atau menjadi netijen julid yang menghakimi orang – orang lain, atau berselfie – selfie di medsos yang diikuti dengan kata – kata yang berbahasa ke Arab-araban atau bahkan berdoa melalu medsos. Hijrah berarti tidak lagi menginginkan rumah yang mewah, gaji yang besar, liburan ke negara – negara lain, mempunyai istri kedua, ketiga dst, menginginkan kekuasaan dll, sibuk berprasangka buruk kepada orang lain, menghitung – hitung pahala dari setiap yang dilakukan, menginginkan untuk dimengerti oleh semua orang, menginginkan apa yang dimiliki oleh orang lain, sibuk memperhatikan kehidupan orang lain, merasa dirinya paling benar dan berhak untuk menghakimi orang lain, dll.

Hijrah semustinya membuat diri menjadi rendah hati. Hijrah itu mengajarkan kesederhanaan. Hijrah semustinya membuat orang menjadi bijaksana. Sehingga, orang yang berhijrah itu akan terlihat bukan dari status medsosnya kalau dia sudah hijrah, bukan terlihat dari cara berpakaiannya yang lebih tertutup, bukan dari cara berbicara yang keArab – arab an. Tapi orang yang berhijrah akan terlihat dari cara berbicara nya yang lembut, cara nya berpikir yang bijaksana (bukan merasa benar sendiri), pembawaannya yang tenang yang mampu membawa kedamaian bagi sekelilingnya, rendah hati, dan sederhana.

Hijrah semustinya membuat diri mampu untuk menahan hawa nafsu. Hijrah mengajarkan untuk selalu menyerahkan segalanya kepada Allah atas apapun yang terbaik yang telah dilakukan. Mengajarkan untuk Ikhlas. Karena Allah tau apa yang terbaik. Hijrah berarti menggunakan seluruh kemampuan yang diberikan Allah, untuk sesuatu yang baik. Bukan malah menjual – jual nama Allah untuk mendapatkan penghasilan, kekuasaan, atau agar dihargai orang lain.

Sehingga ketika orang lain melihatnya, orang sudah tau kalau orang tersebut sudah berhijrah. Ketika orang lain melihatnya, mereka juga tergerak untuk melakukan hal yang sama – bukan tergerak karena cerita – cerita ancaman  yang akan diberikan Allah, kalau tidak berhijrah.

Teorinya, kalau banyak umat Muslim yang berhijrah, semustinya Indonesia menjadi tempat yang paling damai di dunia. Kalau banyak umat Muslim yang berhijrah, semustinya Indonesia bukan negara pengguna medsos paling besar, atau bukan negara yang termasuk paling konsumtif di dunia.

Jadi, kalau sebaliknya yang terjadi, seperti sekarang? Uhm … mungkin harus diperhatikan kembali apa niat dari hijrah itu sendiri. Apakah hanya sekedar trend, atau memang karena Allah swt. Selain itu, ada kata – kata almarhumah senior saya yang menjadi tagline di email beliau, yang menurut saya perlu  direnungkan, apabila kita melakukan sesuatu :

“Jangan membenarkan yang biasa, tapi biasakanlah yang benar”.

Salam

About kharinadhewayani

I am just an ordinary woman who wants to share her mind and her dreams to the world.
This entry was posted in agama, bangsa, hijrah, Indonesia, Indonesia ku, jilbab, manusia, ritual, trend/gaya hidup, Tuhan, Uncategorized. Bookmark the permalink.

Leave a comment