Apa sebenarnya yang kita dapatkan dari pajak yang telah kita bayarkan dari negara? Pertanyaan itu sering sekali saya dengar dari orang – orang yang saya ajak untuk membayar pajak. Tentu saja ini pastilah pertanyaan yang paling sulit saya jawab. Jawaban standar yang saya berikan hanyalah ” yah setidaknya kita membantu negara dengan pajak yang kita bayarkan.”
Dan kemudian pertanyaan tentang “apa yang kita dapatkan dari membayar pajak?” , belakangan ini memenuhi kepala saya. Terutama ketika saya membaca tentang bagaimana korupsi yang semakin jelas – maksudnya semakin jelas hukuman yang diterima para koruptor sedikit dan ditambah dengan remisi hukuman (mungkin di lain waktu akan ada hukuman minus buat para koruptor karena remisi yang diterima lebih besar dari pada hukumannya :D). Atau ketika saya membaca tentang bagaimana kinerja para wakil rakyat (terus terang saya bingung sebenarnya rakyat mana yang mereka wakili).
Atau ketika pemerintah juga dengan tenangnya sibuk mengajak masyarakat menyumbang untuk membebaskan TKI di Arab Saudi sana, atau mengajak masyarakat membantu pembayaran biaya rumah sakit salah seorang rakyatnya yang miskin. (Come on we already paid our tax, why you asked us again to support you to help your people ? )
Kemudian saya lihat kembali bagaimana hotel – hotel di berbagai kota di Indonesia pada akhir tahun “full book” karena banyaknya workshop atau meeting yang dilakukan institusi – institusi pemerintah dan banyaknya pegawai negeri yang melakukan studi banding ke daerah lain atau negara lain dengan alasan karena harus menghabiskan anggaran. Seolah olah menjadi TABU buat mereka apabila anggaran yang ada tidak dihabiskan. Sehingga menjadi sebuah KEWAJIBAN untuk menghambur – hamburkan anggaran pada akhir tahun.
Yang paling parah dengan dana yang ada malah pemerintah membayarkan biaya ganti rugi rakyat yang terkena bencana L di provinsi JT yang nota bene disebabkan oleh salah satu perusahaan besar di Indonesia yang salah satu pemiliknya kebetulan adalah bagian pemerintah yang berkuasa yang isunya akan menjadi salah satu calon presiden Indonesia.
Sehingga jadilah iklan – iklan yang ditayangkan di tv oleh Dirjen Pajak tentang apa gunanya kita membayar pajak, menjadi salah satu bahan lelucon yang paling besar yang pernah saya lihat di negara ini dan bukan menjadi motivator saya untuk menjadi pembayar pajak terbaik di negara ini.
Saya tidak menyalahkan Dirjen Pajak dan aparat yang ada di dalamnya, karena sebagai salah satu “pencari dana” di negeri tercinta ini, memang tugas merekalah melakukan apa yang bisa mereka lakukan dalam rangka peningkatan pendapatan negara.
Tapi kerja keras yang mereka lakukan menurut saya menjadi sia – sia ketika institusi pemerintah yang lain tidak memberikan dukungan nya terhadap apa yang dilakukan oleh Dirjen Pajak.
Sebesar apa juga Penerimaan Negara yang berhasil dikumpulkan menjadi kecil apabila gaya hidup institusi pemerintah Indonesia masih seperti sekarang. Sekeras apa juga himbauan Dirjen Pajak untuk mengajak rakyatnya membayar pajak, menjadi sia – sia apabila rakyat melihat bagaimana cara pemerintah negara ini menggunakan uang diperoleh dari pajak yang dibayarkan oleh rakyatnya.
Saya yakin jiwa sosial rakyat Indonesia itu sebenarnya tinggi, terlihat bagaimana mereka dengan tidak ragu – ragu mengeluarkan uangnya hanya untuk menolong saudara nya yang lain – lihat contoh kasus Prita dan Darsem.
Sehingga saya juga yakin bahwa banyak rakyat Indonesia yang rela membayar pajak apabila mereka juga di perlihatkan gambaran bagaimana negara dengan efisien dan efektifnya menggunakan anggarannya, bagaimana aparatur negara dengan maksimalnya memberikan pelayanan kepada masyarakat, bagaimana mudahnya rakyat Indonesia membuat KTP, Pasport, Kartu Keluarga atau bagaimana masyarakat yang berpenghasilan rendah dengan mudahnya mengakses kesehatan dan pendidikan.
Dan itu saya kira jauuuuuh lebih efisien dan efektif daripada iklan – iklan tentang pajak yang ada di tv atau parahnya juga ada di bioskop – bioskop, dan pasti jauh lebih efektif dari pada sunset policy atau sensus pajak nasional.
Tapi tentu saja, sekali lagi ini tidak mungkin dilakukan oleh Dirjen Pajak sendirian, diperlukan kerjasama seluruh institusi pemerintahan di republik tercinta ini untuk mendukung kerja keras Dirjen Pajak dalam usahanya meningkatkan penerimaan negara.
Atau seharusnya, memang perbaikkan di tingkat aparatur negara terlebih dahulu sebelum menuntut masyarakat untuk menjadi pembayar pajak yang taat?
Salam