Pagi – pagi di kantor yang sering saya lakukan tentu membaca berita dari media elektronik – dan tentu saja tidak ketinggalan berita – berita gosip tentang selebriti Indonesia 😀 Kenapa gosip? Ya saya kan membutuhkan hiburan untuk membuat pagi saya bersinar 🙂 Atau kalau di rumah – yang seringnya saya menonton film drama korea yang super duper romantis – maksudnya sih untuk melatih keromantisan saya agar tidak berkarat karena kelamaan tidak digunakan 😀
Anehnya film drama korea yang sedang saya tonton (fyi: itu film terdiri dari 6 cd dan setiap cd ada sekitar 6 session ), ceritanya agak nyambung dengan gosip yang saya baca pagi ini.
Ceritanya tentang seorang anak perempuan miskin yang menikah dengan anak orang kaya, yang super duper baik, tapi sewaktu menikah perempuan ini menyatakan ke calon suami dan keluarganya kalau dia anak yatim piatu dan tidak punya keluarga, padahal kenyataannya ayah dan adik kembarnya masih hidup.
Nah kebohongan nya terbongkar karena sang ayah yang mencoba mengetahui keberadaan anak perempuannya, bekerja di kantor suaminya dan membawa foto sang anak bersamanya yang diketemukan oleh suami sang anak. Sewaktu suami dan keluarganya serta orang 2x terdekat nya mengetahui, kebohongan ini, semua orang menyalahkan perempuan ini dan mengangggap bagaimana seseorang bisa sedemikian kejam nya tidak mengakui keberadaan bapaknya. Semua menyangka karena perempuan ini malu mempunyai ayah yang miskin dan hanya bertujuan untuk menjadi kaya dalam waktu yang singkat. Semua orang mengutuk kelakuannya dan merasa sangat sedih terhadap ayah yang tidak diakui sang anak. Dan perempuan ini tidak mengatakan apapun selain hanya minta maaf atas salahnya dan bersedia untuk diceraikan oleh suaminya, mengembalikan seluruh yang telah diberikan suami dan keluarganya dan mulai lagi hidupnya dari nol seorang diri.
Sebenarnya kebohongan tentang ayah dan adiknya itu ditempuh karena perempuan ini sangat mencintai laki – laki, yang untuk pertamakali nya mampu membuatnya merasa nyaman, yang memberi perhatian yang selama ini tidak pernah dia dapatkan dari siapapun, menghargai keberadaannya (selama ini semua orang melecehkan nya karena kemiskinannya), yang mampu membuatnya beristirahat dari rasa letihnya danyang mau melakukan segalanya hanya demi melihat senyum perempuan ini (selama ini selalu dia yang melakukan segalanya untuk keluarganya).
Dan sang ayah – adalah ayah yang hanya bisa berjudi, mencuri uang sekolah anaknya, berhutang – sehingga membuat anak perempuan ini harus bekerja keras dari kecil agar bisa membayar hutang bapaknya dan agar bisa membiayai pendidikan dirinya dan adiknya. Anak perempuan ini dari dulu selalu berkorban, menerima seluruh ejekan dan hinaan orang, bahkan bersedia bekerja apa saja untuk mendapatkan uang. Tidak pernah mengeluh, tidak pernah menangis. Dan pada hari dia dilamar, bapaknya sedang ditangkap polisi karena bekerja sebagai gigolo dan dilaporkan oleh suami perempuan yang menjadi pelanggannya. Bagaimana dia harus mengatakan kepada orang tentang bapaknya tanpa harus mendengar hinaan orang tentang bapaknya, atau tanpa harus merasa takut kehilangan orang yang dicintai.
Nah hubungan nya dengan gosip di Indonesia? Hari ini saya membaca ayah salah satu istri dari sang Eyang yang lagi booming namanya, menggugat sang Eyang, dan meminta sang Eyang mengembalikan anaknya. Dan sang ayah dengan berapi – api serta menggebu – gebu menyatakan bahwa dia akan bersedia mati demi mendapatkan anak nya kembali. Dia akan berbuat apa saja demi anaknya. Sang ayah pergi mulai dari Komnas Perempuan sampai ke Kantor Polisi bersama pengacara nya melaporkan Eyang.
Banyak orang kemudian menuduh sang anak dan Eyang adalah mahluk – mahluk asosial karena hal ini, dan semua orang merasa kasian dengan ayah yang menurut mereka malang.
Terus terang, memang susah untuk kita mengerti akan orang lain yang kehidupannya tidak seperti orang – orang “normal” lain nya. Apalagi menyangkut soal keluarga. Yang pasti akan kita lakukan duluan pasti menyalahkan sang anak sebagai anak yang durhaka. Anak yang tidak tau diri, anak yang kejam, anak yang tempat baginya sudah pasti neraka.
Padahal dari cerita tentang perempuan korea tersebut. Lihat apa yang harus dilalui nya dari kecil, apa yang harus dilakukannya demi ayahnya, demi keluarganya. Pernah kah kita mencoba turut merasa apa yang dirasakan nya? Kalau kita dalam posisi yang sama seperti dia, apa kita bisa seperti dia? Salahkan kalau dia ingin merasakan kebahagian nya? Salahkah dia kalau dia ingin bersama orang yang bisa menjadi tempat bersandar nya? Salahkah kalau dia merasa cape? Dimana ayahnya ketika anaknya di lecehkan orang2x karena perbuatan nya? Dimana hati dan nurani ayahnya ketika berhutang untuk berjudi dan yang harus membayar hutang tersebut adalah perempuan nya yang masih kecil, yang harus bekerja keras. Dimana sang ayah ketika anak perempuan nya mengambil alih tanggungjawab nya sebagai kepala keluarga yang harus membiayai keluarganya. Kemudian, kalau ayahnya ingin mencari anaknya, kenapa tidak dari dulu – dulu? Kenapa tidak memikirkan kalau perbuatannya membuat anaknya kehilangan kebahagian yang tidak mampu diberikannya kepada anaknya.
Sama seperti ayah dari salah seorang istri sang Eyang …. kenapa baru sekarang beliau bersibuk sibuk menggugat Eyang? Pernikahan anaknya terjadi dari tahun 2008 yang lalu. Kemana beliau selama ini? Ditambah, anak nya tersebut juga putus sekolah karena ayahnya tidak bisa membiayai sehingga anak perempuan nya ini pergi ke Jakarta mencari kerja sampai akhirnya bertemu Eyang. Kenapa pada saat itu sang ayah tidak mencegah kepergian anak perempuan nya yang katanya sangat dicintai sehingga beliau rela mati demi memperoleh anaknya kembali.
Padahal menurut anak, dia menerima Eyang sebagai suaminya, karena Eyang yang mampu membuatnya merasa nyaman. Eyang memberikan perhatian yang selama ini tidak pernah dia dapatakan. Kemudian yang lebih parah lagi, ayah ini juga tadinya sering kerumah Eyang berkali kali setelah anaknya menikah dengan Eyang dan menerima pemberian uang dari Eyang setiap kunjugannya. Ehm ….. jangan – jangan ayah ini menggugat karena tidak menerima uang lagi baik dari anak atau Eyang.
Menurut saya jadinya seperti pahlawan kesiangan. Apa karena banyak media yang meliput, beliau mau menggugat Eyang – agar semua orang bisa melihat bagaimana perjuangan ayah ini membela anaknya. Ini sebenarnya demi anak atau demi ayah?
Dan semua orang seperti biasa, langsung menganggap anak ini anak durhaka, dijalan sesat, tidak menghargai ayah dan keluarga. Lagi lagi – kesalahan selalu dibebankan pada anak, tanpa mau melihat alasan nya, tanpa mau mendengar pembelaan nya Dan yang didengar hanyalah orang tua.
Setiap orang menurut saya unik dan berbeda, dan seringkali tingkah laku dan jalan hidup yang diambil berdasarkan karena latar belakang hidupnya. Dan dari yang berbeda itu ada orang yang harus menjalani kehidupan yang sangat berbeda dengan kondisi normal, yang menurut pemikiran kita tidak akan mungkin ada yang seperti itu. Tapi pada kenyataanya memang ada.
Saya tau betapa sulitnya untuk bisa mengerti orang yang hidup pada “kondisi yang tidak normal” seperti orang lain. Sehingga kalimat kaliamat seperti ” mana mungkin sih ada ibu yang tidak perduli pada anaknya, mana ada sih ayah yang mau menjerumuskan anaknya” sering terdengar. Atau saya juga pernah mendengar ‘ mana mungkin enggak tau bapak/ibu kamu dimana, kamu ajah yang tidak mau mencari” .
Yang intinya, semua adalah kesalahan anak. Ayah dan ibu tidak mungkin salah, dan kalaupun salah mereka tetap ayah dan ibu yang harus dihormati. Ayah dan ibu yang selalu dilukai oleh anak, dan tidak mungkin ada anak yang dilukai oleh orang tuanya.
Padahal yang sering dilupakan, tidak ada anak yang tidak membutuhkan orang tua seberapapun umurnya. Anak akan selalu merindukan rasa aman dari ayah (terutama anak perempuan) dan pelukan hangat dari ibu. Setiap anak terlahir seperti kertas putih yang kemudian apa sifatnya dan apa yang dilakukan nya bergantung dari warna yang ditorehkan orang tuanya serta lingkungan nya.
Selain itu juga yang sering dilupakan adalah orang tua yang lebih tua dari anaklah yang semestinya mendidik anak untuk menghormati mereka. Harusnya orang tualah yang bertanggungjawab kepada anaknya ketika mereka belum dewasa dan bukan sebaliknya. Anak yang dibawah umur tidak bisa dibebankan untuk ikut bertanggungjawab terhadap keluarganya. Mereka bukan “sapi perah” orang tuanya.
Banyak anak – anak yang memang tidak seberuntung yang lain, karena orang tua nya tidak seperti versi orang tua yang ada dalam kondisi normal. Dan anak – anak ini kemudian ada yang tegar luar biasa, sehingga tetap hidup di jalur yang “normal” seperti manusia lainnya, tapi banyak juga yang tidak mempunyai ketegaran seperti itu sehingga kemudian jalur yang dipilihnya menjadi “tidak normal” bagi orang – orang umumnya.
Kemudian, harus kah kita ikut – ikutan kejam menghakimi mereka tanpa mau mendengar alasan mereka? Apakah kepada mereka juga harus ditambah dengan embel – embel anak durhaka yang tidak tau diri? Bukan kah sebaiknya kalau kita tidak mampu menolong, dan tidak tau apa yang dirasakan, sebaiknya kita diam daripada menambah luka hati mereka dan kemudian membuat mereka semakin membenci orang tuanya?
Walaupun hidup penuh dengan pilihan, tapi memang ada saat dimana kita tidak bisa memilih – contohnya kita tidak bisa memilih siapa orang tua kita. Semua orang tentu ingin mempunyai orang tua yang sempurna, tapi sekali lagi tidak semua orang beruntung.
Dan seringnya kemudian, luka batin dari anak – anak dengan latar belakang tidak seperti kondisi “normal” karena orang tuanya adalah luka bertahun – tahun yang sudah menjadi borok dan sulit untuk disembuhkan atau bahkan tidak akan bisa sembuh, karena setiap kali kita – orang orang yang merasa tahu dan berhak untuk menghakimi orang orang yang kita anggap di kondisi”normal” adalah penjahat maka luka yang mungkin hampir sembuh kembali akan terluka.
Salam